Publikasi pada Jurnal Pendidikan MIPA Volume 10 Nomor 2 Juli 2009
Abstract: The aims of this research is to increase science process skills of class X SMA Kartikatama Metro at environmental pollution through Problem-Based Learning (PBL). Procedure of this research by using classroom action reseach, that is: planning, action, observation, and reflection at two cycles. Each cycle conducting two lessons. The result of this research show that there is improvement of students science process skills base on observation result from the first cycle to the second cycle. Based on the observation, indicate that average of science process skills students has increased 17,48% from the cycle first to the second cycle. Based on this findings can be conclude that Problem-Based Learning can improve the students science process skills at environmental pollution. Researcher suggest that the biology teachers can be implement Problem-Based Learning in biology learning.
Pendahuluan
Keberhasilan pembelajaran tidak hanya dilihat dari hasil ujian akhir, tetapi pengalaman siswa ketika melaksanakan proses pembelajaran sangat penting diperhatikan oleh guru sebagai pendidik. Hal ini seiring dengan bergesernya paradigma pembelajaran, dari pengajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menuju pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Semua itu menuntut dan menantang guru untuk dapat mengaktifkan dan memberdayakan siswa belajar secara aktif, kreatif, dan inovatif.
Seiring dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) dewasa ini, dibutuhkan pula peran peserta didik dalam penguasaan dan penerapan sains. Peserta didik yang mampu menguasai dan menerapkan sains merupakan sumber daya manusia yang potensial dalam kemajuan IPTEKS. Penguasaan dan penerapan sains bagi peserta didik memberikan bekal untuk berkiprah dan kompeten dalam bidangnya dalam menjawab tantangan yang ada. Dalam mempelajari biologis, siswa perlu membangun suatu struktur berpikirnya dan mengaktifkan keterampilan proses. Tingkatan berpikir yang diharapkan dari siswa dalam mempelajari biologi adalah dalam tingkatan berpikir runut dan keterampilan proses sains yang memadai, bukan sekadar tingkat hafalan materi (Muhfahroyin, 2009).
Perkembangan penalaran anak sifatnya tidak otomatis dan pasti. Untuk mengembangkan kemampuan penalarannya akan membutuhkan latihan dan dalam pembelajaran biologi yang menekankan pada keterampilan proses akan mengoptimalkan kemampuan siswa tersebut.
Keterampilan proses dasar yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran biologi meliputi kemampuan mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, menafsirkan, dan menyimpulkan (Gega, 1994; Depdiknas, 2007). Melalui pembelajaran yang menekankan keterampilan proses sains, siswa benar-benar melakukan pengamatan, pengukuran, pengidentifikasian dan pengendalian, percobaan, dan lain-lain seperti yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Keterampilan proses IPA merupakan pendekatan yang ditempuh para ilmuwan dalam usaha memecahkan misteri-misteri alam (Usman dan Setiawati, 2000). Siswa dengan keterampilan proses yang baik diharapkan mencapai hasil belajar yang baik pula. Meningkatnya keterampilan proses membuat siswa melaksanakan pembelajaran dengan pengembangan metode ilmiah, menemukan dan mengembangkan fakta serta konsep yang ditemukan, sehingga pembelajaran lebih bermakna (meaningful), kontekstual dan konstruktivistik (Suparno, 2001).
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan untuk memberdayakan keterampilan proses sains adalah Problem Based Learning (PBL). Disampaikan oleh Tan (2004) dan Weissinger (2004), melalui PBL siswa berlatih berpikir kritis dan sistematis, meningkatkan hasil belajar kognitif, meningkatkan kemampuan metakognitif dalam memecahkan masalah. Melalui PBL siswa dapat melakukan analisis secara simultan dalam memperoleh data maupun cara menguji hipotesis berdasarkan data yang didapatnya, kesempatan berinteraksi antar siswa dapat terfasilitasi, belajar disertai praktek, sehingga menjadi menarik dan bermakna, dan siswa mendapatkan pengalaman praktis dalam konteks kehidupan nyata. Pola pembelajaran yang demikian dapat berdampak kepada kemampuan reflektif siswa terhadap masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata, sehingga siswa dapat menjadi bagian yang berguna bagi lingkungannnya (Wu dan Forrester, 2004).
PBL sebagai suatu strategi dalam pembelajaran dapat merangsang siswa berpikir tingkat tinggi terhadap suatu masalah yang dihadapinya (Nurhadi, Yasin, dan Senduk 2004). Peranan guru dalam implementasi PBL adalah menyediakan bahan ajar dan membantu memberi petunjuk kepada siswa. Hal ini didukung oleh Rustam (2003), mengemukakan bahwa penyajian masalah berasal dari guru, sedangkan pemecahan masalah dapat dirancang oleh siswa berdasarkan pada pengetahuan yang dimiliki siswa tentang prosedur pengumpulan data, menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah kepada pemecahan masalah, dan mengambil kesimpulan dari permasalahan yang dihadapinya. Cara lain yang dapat diterapkan guru adalah memberikan saran dan petunjuk untuk mengambil keputusan dari masalah yang dahadapi. PBL memiliki ciri-ciri spesifik dan tahapan, yaitu engajuan pertanyaan atau masalah berupa situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi tersebut. PBL Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, misalnya masalah pencemaran lingkungan. Menghasilkan karya nyata yang berupa laporan kegiatan yang menggambarkan tentang penyelesaian masalah yang telah dikerjakan bersama oleh siswa.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan di SMA Kartikatama pada bulan April-Mei 2009. Lama tindakan yaitu dua siklus, masing-masing tiga kali pertemuan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X.D yang terdiri dari 36 siswa. Objek penelitian adalah pembelajaran biologi pada materi pencemaran lingkungan. Prosedur penelitian mengadaptasi dari Kemmis dan Taggart (1992)
Tahap perencanaan tindakan adalah penyusunan rencana pembelajaran sesuai dengan sintaks PBL, meliputi penyusunan rencana pembelajaran dan LKS, penyusun instrumen pengumpul data yang terdiri atas lembar observasi keterampilan proses sains. Tahap pelaksanaan tindakan, meliputi kerja mandiri, penyajian hasil, observasi, dan refleksi. Kerja mandiri siswa diawali dengan guru menugaskan siswa untuk menemukan permasalahan dari artikel, selanjutnya disusun sesuai dengan langkah bekerja ilmiah, mulai dari menemukan masalah kemudian dirumuskan, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, analisis data, sampai pada penarikan kesimpulan, Siswa bekerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Tahap menyajikan hasil diawali guru meminta siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok, siswa menampilkan hasil kerja kelompok dalam diskusi kelas, guru memberi penguatan dari hasil diskusi, siswa mencatat penguatan dan kesimpulan yang disampaikan oleh guru. Selama pembelajaran berlangsung dilakukan observasi terhadap keterampilan proses sains. Observasi ini dibantu oleh 2 observer dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah disiapkan. Tahap refleksi dilakukan setiap akhir siklus I dan II. Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah lembar observasi keterampilan proses sains yang dikembangkan oleh peneliti. Pengumpulan data dilaksanakan melalui observasi dan catatan lapangan selama tindakan pembelajaran berlangsung. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi terhadap keterampilan proses sains.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Penelitian pembelajaran biologi dalam 2 siklus ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan
2. Menafsirkan informasi
3. Memprediksi suatu peristiwa berdasarkan informasi dari guru
4. Terlibat merencanakan penelitian sederhana
5. Terlibat aktif dalam kegiatan penelitian sederhana
6. Menyimpulkan informasi belajar
7. Mengaplikasikan konsep dalam kehidupan sehari-hari
8. Mengkomunikasi informasi belajar dengan guru
Siklus I
Berdasarkan data pada siklus I pertemuan I keterampilan proses yang tinggi dalam pembelajaran adalah melakukan pengamatan (77,78%) dan keterlibatan dalam penelitian sederhana (80,56%), kemampuan menyimpulkan hasil belajar (75,00%) dan kemampuan mengkomunikasikan informasi (72,22%). Sedangkan keterampilan proses sains yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki karena masih termasuk kategori rendah adalah kemampuan menafsirkan informasi (27,78%), menafsirkan informasi (27,78), dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep dalam kehidupan sehari-hari (38,89%). Selanjutnya yang perlu diperhatikan secara mendalam karena masih termasuk kategori sangat rendah adalah dan kemampuan memprediksi suatu peristiwa berdasarkan informasi dari guru (25%). Data keterampilan proses sains siklus I dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data keterampilan proses siswa selama siklus I
Pertemuan Jlh dan persentase Indikator Keterampilan Proses Sains
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Jlh 28 10 9 20 29 27 14 26
% 77.78 27.78 25.00 55.56 80.56 75.00 38.89 72.22
2 Jlh 30 8 7 22 24 24 16 25
% 83.33 22.22 19.44 61.11 66.67 66.67 44.44 69.44
3 Jlh 34 16 13 24 26 26 22 29
% 94.44 44.44 36.11 66.67 72.22 72.22 61.11 80.56
Rata-rata Jlh 31 11 10 22 26 26 17 27
% 85.19 31.48 26.85 61.11 73.15 71.30 48.15 74.07
Pertemuan 2 mengalami penurunan hampir semua indikator kecuali indikator kemampuan melakukan pengamatan yang mengalami peningkatan (5,55,%). Keterampilan proses sains yang termasuk kategori rendah adalah kemampuan menafsirkan informasi belajar (22,22%) dan memprediksi suatu peristiwa (19,44%). Pada pertemuan 3 kemampuan siswa melakukan pengawamatan meningkat menjadi 94,44%. Pengamatan yang meningkat ini menyebabkan siswa mampu mengkomunikasikan informasi belajar yang diperolehnya dengan guru (80,56%) sehingga mereka memiliki keterlibatan yang sangat tinggi dalam merencanakan penelitian atau demonstrasi sebelum kegiatan dilakukan (66,67%). Dengan demikian sangat wajar jika siswa akhirnya meningkat dalam kegiatan penelitian sederhana (72,22%). Siswa juga mampu mengaplikasikan konsep yang mereka peroleh dari kegiatan belajar dalam konteks kehidupan sehari-hari (61,11%). Akhirnya siswa mampu meningkatkan kemampuannya menyimpulkan informasi belajar yang telah dilaksanakan (72,22%). Ada dua hal yang masih sulit untuk ditingkatkan pada pertemuan 3 ini, yaitu kemampuan siswa menafsirkan informasi dari guru (44,44%) dan kemampuan siswa memprediksi suatu peristiwa berdasarkan informasi-informasi (36,11%). Dari tiga pertemuan yang dilaksanakan kedua indikator keterampilan proses di atas kurang meningkat.
Siklus II
Berdasarkan data pada siklus II pertemuan 1 keterampilan proses sains yang tergolong tinggi dalam pembelajaran adalah melakukan penagamatan (88,89%), mengkomunikasikan informasi (77,78%), kemampuan menyimpulkan hasil belajar (77,78%). Kemampuan mengkomunikasikan informasi (77,78%), dan melakukan kegiatan penelitian sederhana (80,00%), sedangkan keterampilan proses sains yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki karena masih termasuk kategori rendah adalah kemampuan memprediksi suatu peristiwa (44,44%) dan kemampuan menafsirkan informasi (52,78%).
Pertemuan II mengalami peningkatan pada semua indikator Keterampilan proses sains yang berada dalam kategori tinggi adalah keterlibatan merencanakan penelitian atau (86,11%), kemampuan siswa mengkomunikasikan informasi (83,33%), menyimpulkan informasi (80,56%), sedangkan yang termasuk kategori sedang adalah menafsirkan informasi (61,11%), kemampuan memprediksi suatu peristiwa (63,89%) dan kemampuan mengaplikasikan konsep dalam kehidupan sehari-hari (69,44%). Data keterampilan proses sains selama siklus II dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data keterampilan proses sains siswa selama siklus II.
Pertemuan Jlh dan persentase Indikator Keterampilan Proses Sains
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Jlh 32 19 16 24 28 28 20 28
% 88.89 52.78 44.44 66.67 77.78 77.78 55.56 77.78
2 Jlh 34 22 23 26 31 29 25 30
% 94.44 61.11 63.89 72.22 86.11 80.56 69.44 83.33
3 Jlh 36 23 28 31 34 32 28 33
% 100.00 63.89 77.78 86.11 94.44 88.89 77.78 91.67
Rata-rata Jlh 34 21 22 27 31 30 24 30
% 94.44 59.26 62.04 75.00 86.11 82.41 67.59 84.26
Pada pertemuan III ini kemampuan siswa melakukan pengamatan menjadi 100%. Pengamatan yang meningkat ini menyebabkan siswa mampu mengkomunikasikan informasi belajar yang diperolehnya dengan guru (91,67%) sehingga mereka memiliki keterlibatan yang sangat tinggi dalam merencanakan penelitian (86,11%). Dengan demikian sangat wajar jika siswa akhirnya sangat antusias dengan kegiatan penelitian sederhana (94,44%). Siswa juga mampu mengaplikasikan konsep yang mereka peroleh dari kegiatan belajar dalam konteks kehidupan sehari-hari (77,78%). Akhirnya siswa mampu meningkatkan kemampuannya menyimpulkan informasi belajar yang telah dilaksanakan (88,89%). Berdasarkan data di atas menunjukkan rata-rata setiap indikator keterampilan proses sains mengalami peningkatan setelah dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan tiga pertemuan pembelajaran. Rata-rata peningkatan dari siklus I ke siklus II adalah 17,48%.
Pembahasan
Berdasarkan indikator keterampilan proses sains yang berhasil diobservasi pada siklus-siklus yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini, secara umum rata-rata indikator menunjukkan peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa selama proses belajar siswa konsentrasi dan menumpukan perhatian sepenuhnya pada proses belajar yang dilaksanakan menggunakan PBL. Namum demikian ada penurunan pada pertemuan kedua siklus I, hal ini ini disebabkan hambatan optimalisasi keterampilan proses sains, antara lain: 1) masih adanya siswa yang suka bermain walaupun sudah diperingatkan dan diarahkan untuk fokus pada pembelajaran, 2) masih kurangnya sarana atau media yang dapat memudahkan penguasaan konsep siswa, 3) kondisi ruang belajar yang kurang memiliki akses siswa untuk bergerak secara bebas mengamati proses belajar yang dilakukan oleh guru, 4) siswa menganggap PBL dilakukan pada satu pertemuan saja, sehingga mereka akan belajar seperti sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (2000), Wu dan Forrester (2004) bahwa dalam pembelajaran diperlukan motivasi dan pengembangan kemampuan talenta selama proses pembelajaran.
Di samping terdapat faktor yang menghambat, terdapat faktor yang mendukung peningkatan rata-rata keterampilan proses sains, yaitu: 1) guru selalu mengajak siswa untuk mengkaji dan memikirkan informasi belajar melalui Problem-Based Learning, 2) semakin banyak siswa yang punya keinginan untuk memahami informasi yang disampaikan guru, 3) konsep berpikir pada masalah pencemaran lingkungan dibuat sangat kontekstual sehingga ada siswa yang dengan mudah dapat menafsirkan dan menginterpretasikannya. Peningkatan keterampilan proses sains siswa selama pembelajaran merupakan akibat positif dari tindakan PBL meliputi: kedisiplinan, membaca, bertanya, berkomentar, aktivitas lain selama guru demonstrasi/diskusi, menjawab pertanyaan, tenggang rasa, kerja sama, dan tanggung jawab. Aktivitas tersebut mencerminkan keterampilan psikomotorik dan afektif. Apabila aktivitas ini berkembang pada masing-masing diri siswa, maka akan mendukung hasil belajarnya, sehingga pembelajaran menjadi berkualitas (Semiawan, 1989; Silver dkk, 2004).
Sebagimana dinyatakan Weissinger (2004) bahwa tugas guru dalam pembelajaran PBL adalah membawa siswa kepada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Hal ini menandakan bahwa aktifitas fisik dan mental siswa dalam rangka mengembangkan pemahaman bahan ajar mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Meningkatnya proses belajar ini berdampak pada meningkatnya keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran biologi, dan lebih dari itu dengan pembelajaran ini melatih kemampuan berpikir kritis siswa untuk menanggapi masalah-masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Pola pembelajaran yang bermakna mampu mengembangkan life skill siswa (Depdiknas, 2002). Pola pembelajaran ini juga sejalan dengan yang disampaikan Gega (1994) serta Letsloho dan Yandila (2002), bahwa guru yang baik bila pembelajaran yang dikemas dapat membantu perubahan-perubahan pada diri anak, memperluas ide-ide yang sudah ada yang berhubungan dengan topik khusus.
Disampaikan oleh Arnyana (2004), bahwa pembelajaran yang diharapkan dewasa ini adalah pembelajaran di mana siswa aktif membangun pemahamannya. Selanjutnya, disampaikan pula, bahwa peran guru adalah memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan. Menurutnya, banyak pendekatan belajar yang dapat digunakan oleh guru, antara lain PBL. Tan (2004) menyampaikan bahwa PBL dicirikan oleh siswa bekerja sama antara yang satu dengan yang lain dalam bentuk berpasangan atau berkelompok dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Siswa yang bekerja sama antara satu dengan yang lain dalam pembelajaran, dapat memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan berpeluang berbagi inkuiri dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan proses sains, keterampilan sosial, dan keterampilan berpikir.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pendekatan PBL dapat meningkatkan keterampilan proses sains biologi pada siswa kelas X di SMA Kartikatama Metro. PBL dapat diimplementasikan dalam pembelajaran biologi untuk meningkatkan kemampuan pengamatan siswa, menafsirkan informasi, merencanakan dan melaksanakan penelitian sederhana, serta mengkomunikasikan informasi bagi siswa dalam pembelajaran biologi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran sebaiknya guru berusaha menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas, misalnya dengan menerapkan pembelajaran PBL sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang bermakna yang mampu meningkatkan keterampilan proses sains biologi bagi siswa. Khusus untuk penelitian lebih lanjut sebaiknya diupayakan pengamatan terhadap keterampilan proses sains yang lain, baik keterampilan proses sains dasar maupun terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, N. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penilaian Portofolio. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Universitas Negeri Malang. Vol. 16 (2): 125-130.
Arnyana, I. B. 2004. Belajar Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning). Makalah disajikan dalam Pelatihan PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) Pada Pembelajaran Bagi Para Guru Sains Biologi Dalam Rangkan RUKK VA, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang, Malang, 9- 10 Juli 2004.
Depdiknas. 2002a. Konsep Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skills Education) melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas (Broad-Based Education). Bahan Workshop Sosialisasi Program Pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. 2007. Standar Proses. Permendiknas No. 41 Tahun 2007. Jakarta: Depdiknas.
Gega, P.C. 1994. Science in Elementary Education. 2nd Edition. McMillan Publishing Company.
Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. 2002. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press.
Kemmis, S dan McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner. Australia: Deakin University.
Letsloho, D. And Yandila, C.D. 2002. Process Skills in Botswana Primary School Science Lessons. University of Botswana. (Online). http://www.modelab.ufes.br/xioste/papers/xioste-papaer008.pdf.
Muhfahroyin. 2008. Profil Guru Biologi SMA Kota Metro dan Karakter Pembelajarannya. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Universitas Negeri Malang. Vol. 15 (2): 196-202.
Muhfahroyin. 2009. Science Process Skills dalam Pembelajaran Biologi Konstruktivistik. Mentari Lembayung. Universitas Muhammadiyah Metro.Vol. 13 (2): 107-112.
Nurhadi, Yasin, B., dan Senduk, A.G.. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan dalam KBK. Malang: UM Press.
Osborne, R. and Freyberg, P. 1984. Learning in Science The Implication of Children′s Science. New Zaeland: Heinemann Publishers.
Rustaman, N.Y. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Semiawan, C.R. 1989. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
Suparno. 2001. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Susilo, H., Chotimah, H., Sari, Y.D. 2009. Penelitian Tindakan Kelas sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang: Bayumedia Publishing.
Sidi, Indra Djati. 2001. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta: Bagian Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU.
Tan, O.S. 2004. Cognition, Metacognition, and Problem Based Learning. In Oon-Seng Tan (Ed). Enhancing Thinking through Problem Based Learning Approaches. Singapura: Thomson Learning.
Watson, G. 2004. Integrating Problem-based Learning and Technology in Education. In Oon-Seng Tan (Ed). Enhancing Thinking through Problem Based Learning Approaches. Singapura: Thomson Learning.
Sumber: Muhfarodin
Dosen: UM Metro Lampung