Fisika itu sulit, membosankan, membingungkan, menegangkan atau bahkan menakutkan. Ya, begitulah sebagian besar orang menanggapi tentang fisika. Diperlukan keterampilan berpikir untuk dapat memahami fenomena alam yang tertuang dalam setiap butir persamaan. Kemampuan otak untuk menerima kejadian yang tidak terasa oleh panca indera memang menjadi titik batas nalar manusia.
Namun begitu, Sesuatu yang hanya ada dalam pemikiran suatu saat akan menjadi penopang peradaban manusia. Nyatanya, teknologi yang ada dalam angan setiap manusia telah melampaui batas kemampuan panca indera. Suatu teknologi yang mustahil diwujudkan saat ini akan menjadi kebutuhan yang menunjang kelangsungan hidup setiap makhluk hidup di masa mendatang.
Namun begitu, Sesuatu yang hanya ada dalam pemikiran suatu saat akan menjadi penopang peradaban manusia. Nyatanya, teknologi yang ada dalam angan setiap manusia telah melampaui batas kemampuan panca indera. Suatu teknologi yang mustahil diwujudkan saat ini akan menjadi kebutuhan yang menunjang kelangsungan hidup setiap makhluk hidup di masa mendatang.
Jangan bersikap lembut pada malam yang indah itu...
Usia yang tua harus membara dan penuh amarah di penghujung hari.
Marahlah...Marahlah, pada cahaya yang memudar.
Meski ada orang bijak di penghujungnya...
Tidak ada kegelapan yang benar.
Karena kata-kata mereka bagai petir yang menyambar...
Jangan bersikap lembut pada malam yang indah itu.
Marahlah... Marahlah...Pada cahaya yang memudar.
Bagaimana peran fisika dalam mendukung peradaban telah terlihat melalui ilustrasi nyata yang disajikan dalam adegan luar biasa dalam sebuah skenario. Ya…Doraemondengan kantong ajaibnya dan mesin waktu di kamar Nobita ataupun pintu kemana saja yang mampu menembus ruang dan waktu adalah gambaran akan teknologi masa depan yang belum terwujud saat ini. Konsep dasar fisika lain disajikan dalam beberapa film ilmiah yang menarik. Sebut saja perjalanan waktu yang dilakukan Alexander Hartdegen dalam film berjudul “Time Machine” yang menggunakan prinsip-prinsip difraksi dan interferensi. Ataupun perjalanan antar bintang yang ditunjang dengan teknologi teleportasi dalam kecepatan cahaya yang tersaji dalam film “Star Trek”. Ada juga “Interstellar” yang memberikan gambaran tentang teori-teori astrofisika mengenai worm hole, gravitasi, perjalanan waktu, dan relativitas yang bertaburan sepanjang cerita.
Begitulah…perkembangan pemikiran manusia yang telah melampaui peradaban. Meskipun hanya berupa cerita, namun, pemikiran yang disajikan membuka wawasan akan perkembangan ilmu di masa depan. Bukan untuk masa lalu tapi harapan di masa depan.
Begitulah…perkembangan pemikiran manusia yang telah melampaui peradaban. Meskipun hanya berupa cerita, namun, pemikiran yang disajikan membuka wawasan akan perkembangan ilmu di masa depan. Bukan untuk masa lalu tapi harapan di masa depan.


Antony van Leeuwenhoek (1632-1723) lahir di Delft, Negeri Belanda. Dia berasal dari famili kalangan tengah dan hampir sepanjang hidupnya jadi pegawai kotapraja dalam posisi yang tidak begitu penting. Penemuan Leeuwenhoek yang besar tak lain akibat hobinya memicing-micingkan mata lewat kaca mikroskop. Pada saat itu, tentu saja, orang tidak bisa begitu saja lari ke toko dan beli mikroskop, karena itu Leeuwenhoek membikinnya sendiri. Dia samasekali bukan penggosok lensa profesional dan belum pernah dapat didikan khusus di bidang itu. Meski begitu, keahlian yang dikembangkan amat luar biasa, jauh melampaui kebiasaan para profesional pada saat itu.


















